Kamis, 28 Oktober 2010

Belum ada judul


Chapter 1
                Dinda masih menangis tersedu menyadari jalan cintanya akan berakhir disini, kekosongan hari-hari yang akan ia alami selamanya terhampar dihadapanya, matanya kian lebam karna banyaknya beban hidup yang harus dia jalani. Betapa dinding jrak begitu memisahkan, dan semua harapan yang dulu selalu dihiasi dengan senyuman harus terenggut bersama kepergian rendi dengan calon istri pilihan kedua orang tuanya.
                Bandung awal musim hujan, cuaca begitu dingin menusuk tulang, di dalam balutan mantel hitam dinda melihat rendi dari kejauha mendekatinya... Tak ada yang berbicara saat itu, hanya genggaman tangan dingin dan tatapan dingin yang terjadi, yang menandakan bahwa begitu berat perpisahan ini untuk mereka
                “Beri aku waktu untuk merenung” kata rendi memecah keheningan
                “Berapa lama ?” jawab dinda lirih
                “Aku tak tau, aku pun bingung” jawab rendi
                “Apakah semua bberakhir disini ? “  Tanya dinda lagi ?
                “Maafkan aku...” hanya itu yang keluar dari mulut rendi..
Saar itu hati mereka sangat terluka, impian yang ingin mereka bangun harus kandas karna perjodohan ini. Pelukan dan ciuman rendi pun dirasakan dingin oleh dinda.
                “Apapun yang terjadi aku akan selalu mencintaimu”  bisik rendi saat mereka harus berpisah, dinda tak menjawab, ia hanya menunduk dan cepat-cepat berlari saat mobil yang dikendarai rendi berlalu sebelum bendungan di matanya jebol menahan air mata, dari jauh dilihatnya rendi mengusap sudut matanya.

                Dinda menghempaskan dirinya si kasur, semangatnya mulai mengendur, tak ada lagi hal istimewa yang dilaluinya selain bersama rendi, kenangan saat pertamakalinya mereka bertemu di sebuah cafe. Bersama-sama mereka bermain hujan-hujanan hingga dinda terserang flu, dan rendilah yang merawatnya, atau ketika rendi sedang mabuk dan pulang ke kontrakanya dinda, dan dengan pulad rendi tidup di pangkuanya, dengan telaten rendi selalu menjemput dinda ketika pulang kerja. Ah,, kenangan yang sangat indah itu kini telah sirna.
                Hari-hari yang di lalui dinda terasa begitu lambat, tak ada semangat, murung dan diam, tak ada ceria yang dulu selalu tampak dari wajahnya yang manis, dinda seperti kehilangan arah, tak tau lagi tujuan kehidupanya, mungkin semua orang yang melihatnya menganggap bahwa dinda telah gila, bagaimana tidak dinda hanya terdiam, nurung, seperti oarang sedang menangis tapi tak mengeluarkan air mata, mungkin karna sudah terlalu lama ia menangis semenjak kepergian rendi 3 tahun yang lalu.

Bersambung........!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar